Ketahui Tentang Sejarah Kesultanan Sambaliung dan Warisannya
Sejarah Kesultanan Sambaliung ini sebenarnya cukup menarik sekali untuk diketahui. Sambaliung merupakan salah satu kesultanan yang berada di Kalimantan Timur, tepatnya di wilayah Kabupaten Berau.
Kesultanan ini ternyata memiliki sejarah panjang. Di mana juga berperan penting dalam perkembangan politik serta budaya di wilayah tersebut.
Pentingnya Mengetahui Sejarah Kesultanan Sambaliung
Kesultanan Sambaliung ini termasuk pecahan dari Kesultanan Berau yang awalnya hanya mencakup wilayah di daerah Berau. Sejarah kesultanan ini bermula pada abad ke-17, pada saat Berau mengalami konflik internal yang menyebabkan perpecahan.
Usai wafatnya Sultan pertama Berau, tentu pertikaian di antara keturunannya menimbulkan dualisme kepemimpinan. Hingga pada akhirnya mengarah terbentuknya dua kesultanan, yaitu Kesultanan Gunung Tabur serta Sambaliung.
1. Pendiri Kesultanan Sambaliung
Kesultanan Sambaliung ini turut didirikan oleh Sultan Alimuddin pada tahun 1810 usai perpecahan tersebut terjadi. Lokasi pusat pemerintahannya sendiri terletak di sekitar Sungai Kelay. Di mana mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perdagangan serta mobilitas masyarakat pada masa itu.
2. Struktur Pemerintahan dan Sistem Adat
Sejarah Kesultanan Sambaliung ini ternyata menganut sistem monarki yang telah dipimpin oleh seorang sultan. Sultan sebagai salah satu pemimpin tertinggi ternyata memegang kekuasaan politik, ekonomi, serta sosial.
Namun, kekuasaan sultan juga turut diatur oleh hukum adat yang diwariskan secara turun-temurun. Hal tersebut tentu akan membuat Kesultanan Sambaliung kaya akan budaya serta tradisi yang hingga kini masih bisa terlihat dalam adat istiadat masyarakat Berau.
Sistem pemerintahan Kesultanan Sambaliung ini juga terdiri dari lapisan birokrasi. Hal tersebut tentu mencakup beberapa pejabat penting seperti menteri, panglima perang, serta perangkat desa.
Kehidupan masyarakat ini telah diatur oleh hukum adat yang akan mencakup tata cara pernikahan, upacara adat, serta aturan perdagangan.
3. Perkembangan Ekonomi dan Perdagangan
Sejarah Kesultanan Sambaliung ini tentunya juga telah berkembang pesat terutama dalam sektor perdagangan. Lokasinya sangat strategis di tepi Sungai Kelay sehingga membuat terjadinya transaksi perdagangan intensi.
Baik itu, dengan kerajaan tetangga atau para pedagang asing yang datang dari berbagai macam penjuru misalnya saja seperti Tiongkok dan Arab. Komoditas utama yang diperdagangkan biasanya akan meliputi hasil hutan misalnya saja seperti damar, kayu ulin, rotan, dan hasil tambang emas serta intan.
Pengaruh perdagangan tersebut sebenarnya juga tidak hanya membawa kekayaan. Namun, nantinya akan mempengaruhi budaya Kesultanan Sambaliung.
Interaksi dengan pedagang luar tentu membawanya masuk pengaruh Islam cukup cepat. Lalu, Islam menjadi agama resmi di wilayah ini, dan memperkaya tradisi lokal dengan berbagai elemen budaya asing.
4. Masa Kejayaan dan Hubungan Kesultanan Lain
Sejarah Kesultanan Sambaliung ini telah mencapai masa kejayaannya pada pertengahan abad ke-19. Pada masa ini, kesultanan tersebut sudah bisa membangun hubungan diplomatik yang baik dengan kerajaan tetangga serta kesultanan di luar Kalimantan.
Misalnya saja seperti Kesultanan Kutai dan Kesultanan Banjar. Hubungan tersebut tentu memungkinkan pertukaran budaya serta pengetahuannya untuk memperkuat posisi Kesultanan Sambaliung di antara kesultanan lain di Kalimantan.
Hubungan diplomatik serta persekutuan dengan Kesultanan Gunung Tabur seringkali ditandai dengan adanya perjanjian perdamaian dan kerjasama. Tujuannya tentu untuk melawan ancaman dari pihak luar. Hal ini termasuk intervensi penjajah Eropa seperti Belanda.
5. Pengaruh Kolonial Belanda
Seiring dengan semakin kuatnya dominasi Belanda di Nusantara, tentu Sejarah Kesultanan Sambaliung ini tidak terlepas dari pengaruh kolonial.
Belanda sendiri telah berusaha mengendalikan jalur perdagangan yang dikuasai oleh kesultanan ini. Hingga pada akhirnya melakukan perjanjian politik untuk bisa mempererat cengkramannya di wilayah tersebut.
Pada akhir abad ke-19, Belanda juga telah berhasil menandatangani perjanjian yang mempengaruhi kedaulatan Sejarah Kesultanan Sambaliung. Kesultanan tetap berfungsi, namun kekuasaannya juga semakin dibatasi.
Di mana peran sultan akan beralih kepada simbol budaya daripada kekuasaan politik yang nyata. Dominasi Belanda tersebut telah berlangsung hingga masa kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Terutama, saat Kesultanan Sambaliung bersama dengan kesultanan yang lainnya. Di mana telah berintegrasi ke dalam Republik Indonesia.
6. Warisan dan Pengaruh Budaya
Meski secara administratif Sejarah Kesultanan Sambaliung sudah bisa bergabung dengan negara kesatuan Indonesia, warisan budaya serta pengaruhnya masih terasa sampai saat ini.
Kesultanan tersebut tentu meninggalkan jejak yang signifikan dalam bentuk tradisi lisan, upacara adat, seni, serta arsitektur yang masih dapat ditemukan di wilayah Berau.
Istana Sambaliung ini nantinya juga menjadi pusat pemerintahan kesultanan. Bahkan, kini menjadi salah satu situs sejarah penting dan daya tarik wisata budaya di Kalimantan Timur.
Upacara adat seperti ritual pengukuhan Sultan serta perayaan hari besar Islam juga masih dilakukan dengan penuh khidmat. Hal tersebut tentu mencerminkan nilai-nilai kesultanan tetap dipertahankan di masyarakat.
Hal tersebut tentu juga untuk menunjukkan bahwa Sambaliung tidak hanya menjadi simbol politik di masa lalu. Namun, Sejarah Kesultanan Sambaliung juga menjadi warisan budaya yang akan memperkaya identitas masyarakat Berau dan Kalimantan Timur.